Sepasang lelaki yang bersahabat itu…
Sangat dekat. Mereka duduk bersebelahan tanpa sekat. Berbincang dan bercanda setiap saat.
Lelaki pertama berwajah lumayan dan semua perempuan bisa langsung jatuh cinta saat pertama melihatnya sekaligus patah hati saat mendapati satu fakta yang tersemat di jari manis kanannya.
Lelaki kedua berwajah biasa dan hanya karena ia punya kebisaan di bidang yang kini menjadi pekejaannya, banyak perempuan yang mencari dan meminta bantuannya.
Lelaki pertama sudah lima tahun lebih awal berada di sana dibanding lelaki kedua yang bahkan baru sekitar sembilan bulanan.
Lelaki kedua memang luar biasa. Namanya disejajarkan dengan para senior, dan diramalkan menjadi orang kepercayaan atasan, kelak. Ia pun sudah didaulat mengisi posisi di kantor cabang, sekali dalam satu minggu; sama halnya dengan Lelaki pertama, hanya berbeda kantor cabang saja.
Dan Lelaki kedua juga diberi kepercayaan untuk menjadi mentor anak baru, sebuat saja Lelaki ketiga, yang hampir tiga bulan berada di sana. Atasannya bilang, Lelaki kedua harus bisa membuat si Lelaki ketiga sehebat dirinya.
Sementara Lelaki pertama hanya menjadi mentor bagi dirinya sendiri.
Lelaki ketiga duduk di sebelah lelaki kedua, paling ujung. Dan hanya menjadi penonton atas pertunjukan persahabatan sepasang lelaki itu, di luar kapasitasnya sebagai anak didik Lelaki kedua. Adalah sebuah persahabatan biasa, yang bahkan tak membuat si Lelaki ketiga terharu sedikit pun. Persahabatan yang tercipta hanya karena pekerjaan, profesionalisme, apa pun istilahnya.
Tetapi mereka memang sangat dekat. Jika salah satu absen karena harus mengisi posisi di kantor cabang, maka yang satunya akan kelihatan seperti setangkai mawar di padang yang gersang. Lelaki kedua tak pernah bicara lebih akrab selain pada Lelaki pertama. Bahkan ia tak menganggap keberadaan si Lelaki ketiga-yang juga tak pernah bicara padanya.
Lagu-lagu yang biasa diputar untuk mengisi sela kejenuhan mereka terdiri dari lagu-lagu yang kedua lelaki itu suka. Bahkan, salah satu dari mereka akan berusaha menyukai lagu yang disukai lelaki satunya, dan mencaci lagu yang dicaci lelaki satunya lagi.
Dan setiap jam istirahat, mereka tak pernah terlihat sendiri-sendiri.
Lelaki ketiga berkesimpulan: mereka memang benar-benar bersahabat. Dan kau tahu apa artinya sahabat.
Pada suatu ketika, Lelaki kedua dipanggil HRD. Saat kembali, ia tak banyak bicara, bahkan pada Lelaki pertama (apalagi pada Lelaki ketiga). Kalau bukan Supervisor yang memberi tahu, kami semua tak akan tahu.
Bahwa, Lelaki kedua telah dipercaya untuk memegang kantor cabang baru.
Itu artinya, Lelaki kedua tak akan lagi berada di pusat. Dan Lelaki ketiga kehilangan Mentor-paling-aneh-dan-samasekali-tidak-menyenangkan-nya. Dan Lelaki pertama kehilangan sahabatnya.
Tetapi, Lelaki ketiga merasa, bahwa… Lelaki pertama justru akan lebih kehilangan rasa percaya dirinya, ketimbang merasa kehilangan sahabatnya. Entah kenapa. Tetapi, kiranya kau tahu berapa banyak bulan dalam lima tahun itu. Pastinya lebih dari sembilan bulan, bukan?
Ah, si Lelaki ketiga hanya sok tahu saja. Siapa tahu, kalau ternyata, Lelaki pertama justru merasa terpacu untuk bisa jauh lebih baik lagi?
Dan, sepasang lelaki yang bersahabat itu…
Yeah, namanya juga lelaki. Pasti gengsi sedikit mendramatisir situasi macam ini.
Entah. Lelaki ketiga tidak tahu apakah Lelaki pertama memberi selamat pada Lelaki kedua. Dan kalimat seperti apa yang diucapkan Lelaki kedua untuk menjelaskan situasi ini pada Lelaki pertama, sahabatnya tercinta. Itu urusan mereka, pikir Lelaki ketiga.***
sumber klik disini